Rabu, 16 Desember 2015

KITAB RAMAYANA

KITAB 1 BALAKANDA
Termasuk lakon pakem, lakon ini menceritakan keangkaramurkaan Prabu Rahwana raja Alengka, yang membuat prihatin Prabu Danaraja, raja Lokapala. Karena itu Danapati mengutus Gohmuka untuk mengantarkan surat peringatan sekaligus nasehat kepada Rahwana.Rahwana membaca surat Danapati sangat murka, Gohmuka dibunuhnya; kemudian segera menyusun kekuatan menyerang Lokapala.
Peperangan antara pasukan Alengka dan Lokapala pun terjadi. Rahwana bertanding dengan Danapati, keduanya sama-sama sakti. Namun, peperangan belum selesai, dewa telah menjemput kematian Danapati, untuk dinobatkan sebagai pelengkap caturlokapala (keempat dewa penguasa dunia). Karena itu Rahwana gugat kepada dewa, minta agar Danapati dihidupkan kembali. Batara Guru tidak mengabulkan, sebagai pengganti Rahwana dianugerahi umur panjang.Ketika Rahwana kembali dari kahyangan, ia bertemu dengan Widawati. Rahwana jatuh cinta, namun ditolak, bahkan Widawati bunuh diri ke dalam api, sehingga Rahwana mabuk asmara.

Ayodya Bedah

Lakon ini menceritakan Prabu Banaputra dan permaisuri Dewi Kukilawati di Ayodya yang sedang merawat putrinya Dewi Raguwati alias Suksalya, karena sakit lumpuh. Berkat bantuan raja pertapa bernama Begawan Rawatmaja dan raja burung raksasa bernama Sempati, Dewi Raguwati dapat disembuhkan. Setelah sembuh Raguwati diserahkan kepada Rawatmaja dan dibawa ke pertapaannya.
Sementara itu Prabu Rahwana dari Alengka marah, karena karena merasa keingiannya mempersunting Raguwati mendapat halangan, segera mengejar Rawatmaja. 
Ketika Rahwana dan Rawatwaja berperang tanding, Dewi Ragu pergi melarikan diri ke Hutan Dandaka dan bertemu dengan Dasarata serta Begawan Yogisrawa. Dasarata memuja bunga menjadi Dewi Ragu tiruan dan diberikan Rahwana. Dewi Raguwati selamat. Namun, ketika Rahwana tahu bahwa dirinya tertipu, ia marah dan pergi ke Kahyangan Suralaya.
Sesudah Rahwana mengamuk, Batara Endra memberinya tiga orang bidadari cantik sebagai gantinya yakni: Dewi Tari, Dewi Kiswani, dan Dewi Triwati. Dengan memiliki tiga bidadari ini kerinduan terhadap Raguwati dapat terlupakan. Beberapa waktu kemudian Dewi Kiswani diberikan pada Kumbakarna, Dewi Triwati diberikan kepada Gunawan Wibisana, sedangkan Dasamuka hanya memperistri Dewi Tari. 

Benggala Runtuh

Ini adalah lakon versi lain dari perkawinan Prabu Dasarata dengan Dewi Kekayi dan Dewi Sumitrawati.
Lakon ini dimulai dari jejer Keraton Alengka. Prabu Dasamuka memerintahkan Patih Prahasta untuk melamarkan Dewi Kekayi dan Dewi Sumitrawati, putri Prabu Kusumaraja dari Kerajaan Benggala atau Bindarata.
Prabu Kusumaraja mengadakan sayembara, siapa yang dapat mengalahkan Somalawan, keponakan raja, ia berhak mempersunting Dewi Kekayi dan Dewi Sumitrawati. Yang dapat mengalahkan Somalawan ternyata adalah Prabu Dasarata, raja Ayodya. Dengan demikian, Dasarata memperistri kakak beradik putri Benggala itu.
Namun, rupanya, Somalawan juga menginginkan kedua putri itu. Karena itu, setelah kalah dari Prabu Dasarata, Somalawan lari mengadu pada ayahnya Resi Kala dari Pertapaan Taksikenda. 
Sang Resi, mengdapat pengaduan itu segera be-angkat ke Benggala untuk menghajar Prabu Dasarata. Dalam perjalanan ia berjumpa dengan Patih Prahasta, yang ternyata juga akan melamar Dewi Kekayi dan Dewi Sumitrawati. Keduanya lalu berperang tanding. Prahasta kalah dan lari pulang ke Alengka.
Prabu Dasamuka yang mendapat laporan Prahasta, langsung berangkat ke Benggala. Ia mengamuk, menghancurkan negeri itu dan membunuh Prabu Kusumaraja, Resi Kala, dan Somalawan. 
Setelah itu ia memburu Prabu Dasarata, tetapi setelah bertemu, Dasarata dapat menipunya. Raja Ayodya itu mengatakan bahwa Dewi Kekayi dan Dewi Sumitrawati kini berada di Pertapaan Kutarungu untuk menambah ilmu. Prabu Dasamuka puas dengan keterangan itu dan pulang ke Alengka, sedangkan Dasarata pulang ke Ayodya.

Sri Rama Lahir

Prabu Dasarata adalah Raja Ayodya yang mewarisi tahta kerajaan dari mertuanya, Prabu Banaputra yang tewas dibunuh Prabu Dasamuka, raja Alengka. Perjumpaanya dengan Dewi Sukasalya terjadi di Hutan Dandaka, tatkala putri Ayodya itu sedang mearikan diri dari kejaran Dasamuka.Dasarata yang waktu itu masih menjadi pertapa muda dan berkelana di hutan-hutan,berhasil menyelamatkan Sukasalya dengan menciptakan Dewi Sukasalya palsu yang berasal dari tusuk konde Sang Dewi.Prabu Dasamuka berhasil dikecohkannya dan dengan demikian selamatlah Dewi Sukasalya.
Setelah beberapa tahun menikah dengan Dewi Sukasalya alias Dewi Kusalya alias Dewi Raghu tidak juga mendapat putra, permaisurinya itu menganjurkan agar Prabu Dasarata kawin lagi.Karena itu kemudian Prabu Dasarata menikah lagi dengan Dewi Kekayi dan Dewi Sumitrawati. Kendati dari luar nampak harmonis, tetapi pada dasarnya hubungan ketiganya sungguh jauh dari anggapan itu.  Terlebih Dewi Kekayi yang memang memiliki watak kurang terpuji. Meski sudah beristri tiga orang,putra yang mereka rindukan tidak kunjung lahir.
Suatu saat Prabu Dasarata mengadakan paseban agung Negara Ayodya.Prabu Sri Dasarata tengah tedhak siniwaka dihadap oleh para  nayakaprajadiantaranya Patih Tamenggita dan Resi Wasista.  Nampak sang prabu tengan dirundung badra wirawan. Badra berarti rembulan dan wirawan berarti mendung.  Ibarat rembulan tertutup mendung Prabu Dasarata tengah dilanda kesedihan mendalam.  Kesedihan Sang Prabu ini disebabkan tak lain karena hingga saat ini beliau tak juga dianugerahi keturunan kendati telah mempunyai 3 orang isteri, semantara usia beliau semakin senja.  Siapa nanti yang akan meneruskan sejarah memegang kekuasaan di Ayodya adalah alasan utama kenapa Prabu Dasarata merasa sedih.
Ketika hal ini diungkapkan kepada Patih Tamenggita dan Resi Wasista, kedua nayaka andalan Ayodya ini, menyarankan agar Sang Prabu mengadakan upacara sesaji Aswameda, yakni sesaji kurban kuda. Terkabul permohonan prabu Dasarata, akhirnya Dewi Sukasalya atau Dewi Ragu mengandung.  Pada waktunya sang bayi lahir laki-laki, diberi nama Raden Regawa atau 
Raden Rama. Begitu sayangnya Sang Prabu pada putera pertamanya sampai-sampai dia telah dibuatkan taman yang indah untuk menyenangkan calon putera mahkota itu.
Dewi Kekeyi merasa tidak suka atas kelahiran Regawa. Dia yang pada dasarnya memiliki watak iri dan dengki merasa tidak mendapatkan perhatian dari Sang Prabu atas lahirnya bayi yang lahir dari rahim Dewi Ragu. Dia berupaya sekuat tenaga untuk senantiasa untuk mendekati Sri Dasarata dan memohon agar jika pada saatnya dia berhasil mengandung putera Dasarata, nantinya diangkat menjadi Raja Ayodya.  Terbawa rasa cintanya yang begitu besar kepada Dewi Kekayi,  Dasarata mengabulkan permohonan permaisuri yang iri hati ini.  Keputusan Dasarata inilah yang nantinya akan memicu permasalahn besar di Ayodyapala karena tak lama setelah itu Dewi Kekeyi mengandung.  Pada saatnya dari rahimnya lahir bayi laki-laki yang kemudian diberi nama 
Raden Barata.
Sungguh kenikmatan luar biasa dirasakan Prabu Dasarata. Setelah sekian lama belum memiliki keturunan sekarang dua isterinya sudah melahirkan puteranya. Kebahagiaan Raja Ayodyapala ini seakan sempurna, disaat isteri ketiganya yaitu Dewi Sumitra juga telah melahirkan putera laki-laki yang kemudian diberi namaRaden Laksmana Widagda atau Raden Sumitra Tanaya.  Tak hanya itu, dua tahun kemudia Dewi Sumitra melahirkan lagi seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Raden Satrugena.
 Singkat cerita, keempat putera Dasarata telah dewasa.  Mereka tumbuh sebagai anak yang cerdas, sakti mandraguna dan berbudi pekerti luhur.  Hal inilah yang semakin membesarkan hati Prabu Dasarata.

Sayembara Sinta/ Manthili

Pada suatu hari, Rama dan Lesmana datang pertapaan Bagawan Yogiswara. Dipertapaan tersebut ternyata telah menunggu banyak pendeta dan catrik-catrik dari berbagai pertapaan. Setelah dipersilahkan duduk berkatalah Bagawan Yogiswara kepada Rama, “ O, anakku, Prabu Lokapala sendiri dahulu tidak sesakti sepertimu. Anakku yang menjadi pelindung jagad, rahmat bagi manusia yang hidup sekrang ini dengan adanya engkau. Engkau adalah ibarat Hyang Syiwa sendiri yang turun dibumi. Ketahuilah olehmu, anakku, bahwa sekarang ini di negeri Mantili ada sayembara.
Prabu Janaka adalah Raja di Kerajaan Mantili. memiliki seorang putri sangat cantik bernama Dewi Sinta.
Sang Prabu sekrang ini sedang berusaha mencarikan jodoh yang tepat bagi putrinya, Dewi Sinta tidak mau dibeli dengan RajaBrana atau harta benda.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFAXUCvG0bGdiOMrzfc_ZTfGYDf-ZwhQF2mTXKvy4RKSJOCWkZyZlVuebnsfpJf8fQsmA1lbN0KgPvz1MqPanV9hKmyjfJqp5m-H1IKHNebyPbVQ5Vm0-JdJ2sylk9XVz5Ybj08CFXweG0/s1600/rama+sinta.jpg
 Sudah banyak raja-raja dan satria yang datang meminangnya. Sang putri menyatakan hanya bersedia diperistri oleh seseirang yang mampu menarik gendewa wasiat sangat besar dan sangat berat miliknya yang dahulu diperoleh dari Hyang Girinata.

Barang siapa yang kuat menarik gendewa raksasa tersebut tidak peduli derajat dan asalnya, walaupun ia berasal dari kaum sudra yang miskin pun akan dapat memperistrinya.
Sudah banyak dan satria yang mencobanya tetapi semuanya gagal, hanya engkau, anakku, yang akan mampu memenuhi sayembara sang putri tersebut. Putri Mantili itu sudah pasti jodohmu.”.
Setelah berhenti sejejnak Bagawan Yogiswara berkata, “ anakku, putri dari Prabu Janaka tersebut tiada tandingannya dibumi ini. Seluruh bidadari dikayangan pun kalah cantik olehnya. Mukanya yang elok bersinar indah. Keculai itu ketahuilah olehmu anakku, bahwa engkau pada suatu ketika harus memusnakan raja kera yang sangat sakti bernama Prabu Subali. Walaupun Prabu Subali itu sanggup menjebol gunung ia tidak akan mampu melawanmu. Nah , berangkatlah sekarang juga anakku ke negeri Mantili. Kami para pendeta disini merestuimu dan akan bersembahyang untukmu. Semua puja semedi kami adalah untukmu.”
Rama dan Lesmana melakukan sembah dan segera meminta diri meninggalkan pertapaan menuju negeri Mantili. Sepenjang perjalanan rakyat mengelu-elukannya.
Tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga dikiri-kanan jalan pun seolah-plah tersenyum gembira ikut mengelu-elukannya. Binatang-binatang hutan yang dijumpai oleh mereka seolah-olah berhenti sejenak memberi ucapan selamat jalan. Pertanda bahwa kedua satria tersebut benar-benar memerintah buana. Rama terutama adalah penitisan Batara Wisnu Sejati.
Keduanya memasuki kerajaan Mantili pada pagi hari. Pada wakti itu Prabu Janaka dan putrinya Dewi Sinta sudah berada di pagelaran, keduanya tidak terpisah dari gendewa wasiat.
Disitu sudah berkumpul banyak raja, satria, bupati yang ingin memasuki sayembara, juga pegawai kerajaan Mantili sendiri.
Pendopo istana yang besar itu sudah dari jauh seperti gunung emas saja yang mengeluarkan sinar indah gemerlapan oleh pakaian keemasan dari yang hadir.
Waktu Rama dan Lesama memasuki pagelaran terjadilah hiruk pikuk. Semua yang hadir memberi jalan kepada kedua satria Ayodya itu dengan penuh keagungan. Mereka menyangka Batara Kamajaya dan Batara Asmara yang datang menyaksikan jalannya sayembara. Akhirnya kedua satria itu lantas dikerumuni orang banyak.
Pada waktu itu sayembara telah dimulai. Banyak raja, satria dan bupati yang mencoba menarik gendewa raksasa, tetapi tak seorang pun yang mampu melakukannya.
Rama dan Lesmana sabar menunggu sampai orang yang terakhir melakukannya. Tetapi juga orang yang terakhir itu gagal.
Rama maju kedepan dan mendaftarkan diri. Ia mengaku satria dari gunung. Tidak banyak pertanyaan lagi, Rama segera diberi kesempatan untuk menarik gendewa rakasasa yang tersedia tersebut. Seluruh yang hadir termasuk Prabu Janaka dan Dewi Sinta sendiri memperhatikanya dengan seksama.
Dengan langkah-langkah dan tindak-tinduk yang sopan Rama segera menerima gendewa dan ditariknya dengan sangat mudah, malahan menimbulkan suara bergerit.
Semua yang hadir tertegun, kemudian seperti ada yang memerintahkan bertepuk tangan dan bersorak-sorai bergemuruh. Rama dinyatakan menang.
Rama dan Lesmana kemudian dipanggil oleh Prabu Janaka dan ditanyai mengenai asalnya. Rama dan Lesmana melakukan sembah, kemudian menjelaskan terus-terang bahwa mereka berdua adalah putra Prabu Dasarata di ayodya.
Mendengar ini sang prabu senang sekali. Ia mengatakan kepada Rama bahwa ia telah memenangkan sayembara dan bahwa sang prabu akan segera mengirim bupati caraka membuat suratnya ke Ayodya.
Rama dan Lesmana kemudian dipersilahkan beristirahat dipesanggrahan, sedang bupati utusan segera berangkat ke Ayodya membawa surat sang prabu.
Pada itu di ayodya Prabu Dasarata sedang duduk di pagelaran dihadap oleh para bupati. Tiba-tiba bupati caraka dari Mantilitiba, yang setelah melakukan sembah menyerahkan surat.
Isi surat adalah sebagai berikut :
“Surat ini dari kami Prabu Janaka raja negeri Mantili, ditujukan kepada Prabu Dasarata raja negeri Ayodaya. Bersama ini diberitahukan kepada sang Prabu bahwa di Mantili baru-baru ini telah diadakan sayembara, ialah barang siapa dapat menarik gendewa raksasa akan kami jodohkan dengan putri kami Dewi Sinta.
Ternyata dari sebegitu banyak raja-raja, satria-satria dan bupati-bupati yang mengikuti sayembara hanya putra paduka Raden Ramabadra yang berhasil memenangkan sayembara tersebut.
Sudah jelas menjadi kehendak dewalah bahwa putra paduka Raden Ramabadra menjadi suami anak kami Sinta.
Berhubung dengan itu besar harapan kami agar sang Prabu berkenang datang di Mantili untuk merestui dan mengadiri upacara “temu” dari kedua pengantin.”
Prabu Dasarata terkejut, tetapi kemudian memutuskan berangkat pada saat itu juga ke Mantili. Keputusan ini disampaikan kepada Dewi Sukasalya.
Keberangkatan Prabu Dasarata ke Mantili diiringi oleh sepasukan kehormatan yang naik gajah dan kuda, sedangkan untuk para putri disediakan joli.
Pada waktu itu di negeri Mantili sedang berlangsung kesibukan yang luar biasa, ialah persiapan upacara “temu” kedua pengantin, sementara menunggu kedatangan calon besan dari Ayodya.
Tidak berapa lama kemudian rombongan Prabu Dasarata tiba di luar kota. Mendengar ini Prabu Janaka memerlukan menjemput sendiri besan ke luar kota.
Setelah jumpa berhadapan, dengan ramahnya Prabu Janaka berkata kepada tamunya, “kakanda Prabu, gembira sekali hati paduka berkenan datang. Rasanya kami seperti kedatangan sang hyang Batara Endra saja.

Putra paduka Ramabadra itu bukan main. Ia telah berhasil memenangkan sayembara. Begitu banya raja-raja, satria-satria dam bupati-bupati yang bertubuh besar tinggi, tak seorang pun yang mampu menarik gendewa raksasa tersebut. Tetapi putra paduka Ramabadra dengan mudah menariknya.”
Mendengar sambutan ini Prabu Dasarata hanya tertawa gembira. Kedua raja itu segera berangkat memasuki kota dan langsung memasuki istana. Acara pertama hari ini adalah pesta makan bersama.
Setelah itu rombongan Prabu Dasarata dipersilahkan beristrirahat di pesanggrahan. Persiapan sekarang telah selesai, tepat pada waktu upacara “temu” tiba, dewa-dewa dan bidadari-bidadari pun banyak yang memerlukan hadir.
Istana Mantili dihias indah sekali, keuda pengantu berpakaian indah menarik. Setiap tamu yang hadir menjadi terpesona menyaksikan kedua penganti yang berparas sangat elok itu.
Waktu kedua pengantin itu dipersandingkan sepintas itu seperti Batara Kamajaya dan Dewi Kamaratih. Kedua pengantin kemudian melakukan sembah sungkem kepada kedua raja.
Para bidadari yang hadir merasa tidak puas-puasnya menyaksikan kecantikan Dewi Sinta, tidak ada dari mereka yang mampu menandinginya. Semua yang hadir tertegun menyaksikan paras pengantin pria yang sangat elok itu, sehingga banyak tamu-tamu putri yang lupa makan minum.
Keesokan harinya Prabu Dasarata menyampaikan maksudnya untuk melakukan upacara “ ngunduh mantu “, ialah memboyong kedua pengantin ke Ayodya dan merayakanya disana.
Prabu Janaka tentu saja tidak dapat berbuat lain kecuali dengan gembira mengabulkan permintaan tersebut. Tidak lama kemudian semua persiapan yang berkenaan dengan itu pun selesai.
Besoknya rombongan pengantin meninggalkan negeri Mantili menuju negeri Ayodya. Kota dan istana Mantili menjadi sunyi, seperti sebuah cincin yang kehilangan permatanya. Ibarat negeri Mantili adalah sebuah cincin , Dewi Sinta adalah permatanya.
Iring-iringan kali ini lebih panjang dan lebih indah. Pakaian prajurit-prajurit pengawal gemerlapan beraneka warna. Disamping kendaraan gajah dan kuda juga terdapat kereta kencana.
Paling depan berjalan pasukan berjalan kaki. Baru diikuti oleh pasukan-pasukan yang naik gajah dan kuda. Menyambung dibelakangnya kereta kencana dimana didalamnya duduk Prabu Dasarata yang tidak dapat berpisah dari menantunya. Baru dibelakang menyambung pasukan berkuda lagi
Waktu iring-iringan pengantin itu memasuki hutan lebat, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh munculnya seorang pendeta bertubuh besar,tinggi, berkumis dan berjenggot, berparas ganteng gagah perkasa dan menjinjing sebuah gendewa raksasa
Pendeta itu tiada lain adalah Rama Parasu atau Rama bargawa putra Bagawan Jamadagni yang dahulu membunuh Prabu Arjuna Sasrabahu. Pendeta itu menghadang dan menantang.

Cupu Manik Astagina

 Di pertapaan “Grastina” yang berada di puncak gunung Sukendro (di seni pedalangan jawa sering disebut  pertapaan “Sonyapringga” terdapat seorang pertapa sakti yang masih keturunan sang Hyang Ismaya bernama Resi Gotama. Beliau memiliki seorang istri bidadari cantik yang bernama dewi Windradi. Dari perkawinan ini, Resi Gotama dianugerahi tiga orang anak, yaitu satu putri yang sangat cantik bernama dewi Anjani dan dua orang putra yang sangat tampan yaitu Raden Anjanarka atau Raden Guwarsa serta Raden Anjaningrat atau RadenGuwarsi. Kelak/suatu saat nanti Raden Guwarsa berganti nama menjadi Subali dan Raden Guwarsi menjadi Sugriwa. Baik Subali maupun Sugriwa berujud kera.

            Keadaan di pertapaan Sonyapringga saat itu sangat damai, aman sejahtera tidak kekurangan suatu apapun. Dewi Anjani sebagai anak sulung dan anak perempuan satu-satunya sangat disayang oleh semua anggota keluarga, terutama sangat disayang oleh ibundanya (Dewi Windradi). Raden Guwarsi dan Guwarsa sebagai putra seorang Resi hidupnya serba kecukupan dan menyenangkan.

            Namun tiba-tiba ketentraman dan kedamaian di pertapaan terusik oleh adanya keributan ketiga orang anak Resi Gotama yang memperebutkan Cupu (semacam piala) ajaib yang disebut ”Cupu Manik Astagina”. Keajaiban dari cupu ini adalah bila dibuka tutupnya maka seluruh isi dunia dengan berbagai peristiwa yang terjadi akan terlihat. Selain dari pada itu, cupu itu juga dapat memberi apapun yang diminta oleh pemiliknya. Maka tidak mengherankan kalau ketiga putra Resi Gotama ingin memilikinya. Lalu dari mana asal cupu ini?

Dikisahkan bahwa Dewi Windradi sebelum menjadi istri Resi Gotama pernah menjadi kekasih Batara Surya yang mempunyai sifat agak Play Boy. Sebagai bukti dari cintanya Batara Surya menghadiahkan Cupu Manik Astagina kepada kekasihnya (Dewi Windradi). Waahh Rupanya Dewa juga punya sisi Romantis Ya....?

            Dewi Windradi yang sangat menyayangi putri satu-satunya memberikan cupu pusaka itu kepada Dewi Anjani. Karena benda itu merupakan rahasia pribadi, Dewi Windradi berpesan kepada putrinya agar menjaga kerahasiaan cupu pusaka itu. Tidak boleh ada yang tahu, termasuk kedua saudaranya dan ayahandanya. Akan tetapi, ternyata rahasia itu tidak dapat bertahan seterusnya.

            Suatu saat, kedua adik Anjani mengetahui benda ajaib itu. Keduanya tentu saja juga ingin sekali memilikinya. Akhirnya ketiga bersaudara itu bertengkar hebat memperebutkan ”Cupu Manik Astagina”

            Resi Gotama yang mendengar dan mengetahui pertengkaran putra-putrinya yang tidak biasanya itu segera datang untuk melerai dan berkata: ”Hai anak-anak! Ada apa kalian sampai bertengkar tidak karuan”? Lalu Raden Guwarsa yang punya sifat agak ”getapan/temperamen” menyahut, maaf ayahanda..... kang mbok Anjani memiliki cupu yang sangat indah dan ajaib (dan terus menceritakan kehebatan cupu). Mengapa ayahanda tidak memberi kami berdua benda seperti itu? Kenapa hanya kang mbok Anjani yang diberi?

            Mendengar jawaban dari anaknya yang agak berani dan berbeda dengan biasanya itu, Resi Gotama menjadi kaget dan terdiam sejenak.Resi Gotama merasa tidak pernah memiliki apalagi memberikan cupu kepada Dewi Anjani. Kemudian Resi Gotama memanggil Dewi Anjani untuk melihat cupu yang diperebutkan. Dewi Anjani datang dengan ketakutan dan pucat pasi karena ingat pesan ibundanya untuk merahasiakan cupu tersebut. Maka dengan gemetar Dewi Anjani mendekat kepada ayahandanya. Kemudian Resi Gotama bertanya, ”Putriku yang cantik, mana dan seperti apa benda yang kalian perebutkan?” Suara Resi Gotama sebenarnya sangat lembut, tetapi bagai halilintar di telinga Dewi Anjani karena perasaan bersalahnya. Dengan rasa takut dan gemetar, cupu diserahkan kepada ayahandanya.

            Melihat cupu tersebut, Resi Gotama benar-benar menjadi heran dan takjub sekali. Baru kali ini, Resi Gotama melihatnya. Ketika cupu itu dibukanya, rasa heran dan takjub semakin bertambah. Dalam hati Resi berkata, ”Pantas kalau putra-putrinya pada bertengkar untuk memilikinya”. Selanjutnya Resi bertanya kepada Anjani tentang asal-usul cupu tersebut. Karena Dewi Anjani lebih takut pada ayahandanya dari pada kepada ibundanya, maka Dewi Anjani berterus terang bahwa cupu tersebut pemberian dari ibundanya. Mendengar jawaban itu Resi Gotama langsung memanggil dewi Windradi.

            Ketika Dewi Windradi telah tiba di hadapan Resi Gotama, lalu Resi Gotama bertanya tentang asal-usul cupu ajaib itu. Tetapi Dewi Windradi diam saja. Pertanyaan itu sampai diulang tiga kali dan Dewi Windradi tetap diam saja hanya menundukkan kepala sambil menangis tersedu-sedu. Melihat sikap istrinya ini, sang Resi sangat murka dan berkata, ”Hei ... Windradi! Kamu ini bagaimana?Ditanya suami sampai tiga kali kok hanya diam saja seperti diamnya Tugu! Seketika itu pula Dewi Windradi berubah menjadi tugu. Ternyata kata-kata yang keluar dari Resi itu merupakan kutukan.

Anoman Lahir

Dewi Anjani yang bersedih hati karena wajahnya yang cantik berubah ujud menjadi wajah kera.Atas nasihat ayahnya, Begawan Gotama, ia bertapa nyantoka, serupa katak berendam di Telaga Madirda (ada versi yang menjebut Telaga Nirmala), hanya kepala saja yang muncul di permukaan air. Selama berbulan-bulan, Dewi Anjani hanya makan benda-benda yang hanyut dipermukaan air dan lewat di depan mulutnya.
Pada suatu hari Batara Guru sedang melanglang buana, memeriksa keadaan dunia. Ketika ia terbang melintasi Telaga Mandirda, dilihatnya tubuh seorang wanita berendam di telaga yang bening itu. Seketika gairahnya bergejolak, sehingga jatuhlah kama benih (mani) nya, menimpa sehelai daun asam muda. Daun asam muda itu melayang jatuh ke permukaan telaga, tepat di depan mulut Dewi Anjani. Segera saja Anjani memakan daun asam muda itu (di masyarakat Jawa daun asam muda disebut sinom).Begitu daun asam muda itu ditelan, Dewi Anjani merasa dirinya mengandung. Segara ia mencari-cari siapa yang menjadi penyebabnya. Ketika ia melihat Batara Guru melayang-layang di atasnya, segera ia menuntut tanggung jawab atas janin yang dikandungnya. Batara Guru tidak mengelak tangung jawab itu.Ketika saatnya melahirkan, Batara Guru mengirim beberapa orang bidadari untuk menolong kelahiran bayi yang berujud kera putih mulus itu. Selanjutnya Dewi Anjani diruwat sehingga menjadi cantik kembali dan
hidup di kahyangan.                                                                Bayi yang lahir itu diberi nama Anoman.
Di kahyangan, ketika Batara Guru sedang memangku bayi Anoman, Batara Narada menertawakannya. Segera Batara Guru menghampirinya, dan menempelkan sehelai daun nila di punggung Narada, dan seketika itu juga di punggung Batara Narada menggelendot seekor bayi kera berwarna biru nila. Bayi kera itu diberi nama Anila. Para dewa yang hadir tertawa semua.Karena merasa ditertawakan, Batara Guru lalu memerintahkan para dewa untuk menciptakan seekor kera bagi anak mereka masing-masing.
KITAB 2 AYODYAKANDA
Setelah memboyong Dewi Sinta, putri Mantili, sebagai istrinya ke Kerajaan Ayodya, ayah Rama, yaitu Prabu Dasarata berniat mengangkatnya sebagai raja.Namun niat Dasarata ini dihalangi Dewi Kekayi, istri ketiga sang Prabu. Dasarata diingatkan bahwa raja itu pernah berjanji akan meluluskan dua permintaan Dewi Kekayi.
Adapun permintaan Kekayi adalah agar Dasarata mengangkat Barata, anaknya, sebagai raja. Yang kedua, mengusir Ramawijaya dari Kerajaan Ayodya dan harus hidup sebagai orang buangan di Hutan Dandaka selama 12 tahun. Kepergian Rama dan Sinta diikuti oleh Laksmana, adik tirinya.Walaupun tidak setuju, Prabu Dasarata terpaksa memenuhi tuntutan itu. Setelah membatalkan pengangkatan Ramawijaya sebagai putra mahkota dan mengusirnya bersama istrinya, raja Ayodya itu sangat menyesal, sehingga meninggal dunia. Ternyata Barata tidak mau naik takhta menggantikan ayahnya, bahkan menyusul Rama dan Laksmana di Hutan Dandaka.Setelah bertemu, Rama menganjurkan Barata menjadi raja, dengan membekalinya ajaran Hasta Brata.

Rama Gandrung

Regawa alias Ramawijaya akan menjadi raja untuk menggantikan Dasarata, tetapi dari Dewi Kekayi menuntut agar anaknya yang bernama Baratalah yang dijadikan raja.Barata menolak naik takhta dan minta agar Regawa tetap berada di Ayodya, tetapi Regawa tetap pada pendiriannya semula, lalu ia pergi dari Ayodya bersama istrinya menjalani masa pembuangan di Hutan Dandaka.Di tengah hutan Regawa bertanding melawan dengan Karadusana yang menjadi utusannya Sarpakenaka, adik Dasamuka. Karadusana kalah. Setelah itu Regawa melanjutkan perjalanan ke Gunung Argasoka, dan diterima baik oleh Sutignayogi.Di halaman tersebut terlihatlah seekor kijang kecil.
Karena Sinta menginginkannya maka binatang itu, dipanahnya, tidak lama kemudian berubah menjadi seekor raksasa besar, penjelmaan Kalamarica.
Dewi Sinta yang tanpa dikawal oleh seorangpun lalu diculik oleh Dasamuka. Atas petunjuk Jatayu maka Regawa tidak dapat mengejarnya dan Jatayu hampir mati karena kelelahan. Regawa merasa sedih karena telah kehilangan pengikut yang setia.
Subali Gugur
KERAJAAN CAKRAPURASTA, adalah sebuah negara di tanah sabrang yang diperintah raja raksasa berkepala gajah, namanya Prabu Gajah Marapah. Ia memiliki saudara berujud naga bernama Nagapaksa dan seekor kijang bernama Martandang. Ia memiliki saudara berujud naga bernama Nagapaksa dan seekor kijang bernama Martandang. Tiga serangkai inilah yang mewakili watak adigang, adigung dan adiguna, sewenang-wenang, dan lalim.
Di dalam lakon Sitija Meguru Subali dikisahkan bahwa Prabu Gajah Marapah bersaudara berkehendak melamar Dewi Pretiwi, yang saat itu sedang mengandung. Karena takut akan kesaktian tiga serangkai dari negeri Cakrapurasta tadi, Dewi Pretiwi menangis di dalam hati. Bayi yang dikandung Dewi Pretiwi saat itu mendengar ratap hati ibunya. Tanpa sepengetahuan sang Ibu, bayi yang kelak bernama Sitija itu lalu pergi secara gaib dari kandungan ibunya dan masuk ke dalam telinga Dasamuka yang saat itu sedang mendapat wejangan Aji Pancasonya dari Resi Subali (Dasamuka dan Resi Subali sebenarnya adalah tokoh dalam kelompok lakon Ramayana, bukan Mahabarata).
Akhirnya bayi Sitija berhasil menerima Aji Pancasonya lebih awal, sekaligus dapat menangkal kesaktian Aji Pancasonya tersebut, yaitu pemilik Aji Pancasonya harus ditimbun gunung atau disangga panggung (anjang-anjang.Bhs. Jawa).
Setelah berhasil menyadap ilmu sakti itu, si Bayi Sitija kembali ke kandungan ibunya. Seketika itu Dewi Pretiwi mendapat akal yakni setiap lamaran tiga bersaudara dari Cakrapurasta diterima, asalkan ketiganya harus bertarung. Siapa yang masih hidup, itulah yang dipilih Dewi Pretiwi.
Karena ketiganya yakni Gajah Marapah, Nagapaksa, dan Kijang Martandang memiliki Aji Pancasonya, pertarungannya harus di dalam sumur. Tiga serangkai yang tidak menyadari telah diperangkap Dewi Pretiwi, itu langsung masuk ke dalam sumur. Ketiganya bertanding untuk memperebutkan Dewi Pretiwi. Saat itulah, sumur tempat pertandingan Gajah Marapah bersaudara segera ditimbun batu besar oleh Hyang Wisnu, maka tamatlah riwayat Gajah Marapah beserta kedua saudaranya.
Begitulah kisah Aji Pancasonya, setiap generasi yang mewarisi aji dari lima maya bumi, api, angin, air, dan suasana, atau lebih dikenal dengan ‘Reksaning Bumi’, pemilik Aji Pancasonya harus dikalahkan dengan cara tipu muslihat. Gugurnya Resi Subali misalnya, ia gugur karena dibunuh Sri Rama, tetapi karena siasat Rahwana. Gugurnya Sitija juga karena siasat Sri Kresna.
KITAB 3 ARANYAKANDA
Kisah Rama selama di hutan Dandaka
Pada selang waktu, di tengah hutan Laksmana dirayu oleh raksasa perempuan bernama Sarpakenaka, namun ia menolaknya, malah Laksmana marah hingga hidung dan telinga si buto wedok itu dilukai. Sarpakenaka segera lari pulang ke Alengkapura, sambil berurai air mata ia mengadukan pada kakaknya Rahwana, raja raksasa itu terbakar hatinya, berencanalah untuk  menculik Sinta menjadikannya permaisuri. Segera ia memanggil abdi kepercayaanya, Marica, disuruhnya pergi ke hutan Dhandaka, untuk menjelma menjadi seekor kijang kencana dengan tanduk yang bertahtakan intan berlian. Rahwana sendiri akan menjelma sebagai pertapa tua. Nah begitu melihatnya, hati Sinta tertarik dan ia ingin menangkap serta memelihara kijang kencana tersebut.
Tapi kijang itu sulit ditangkap, malah berlari ke dalam hutan. Shinta mendesak Rama agar mengejarnya.  Sebelum pergi Rama berpesan kepada Laksmana agar menjaga Shinta dengan baik, jangan sekali-kali meninggalkanya. Setelah diburu Rama dengan mudahnya bisa menangkap kijang itu, terkena panah si Rama menjerit sejadi jadinya. Dasar kijang jadi-jadian, akal bulusnya bisa aja, ia meniru suara Rama yang menjerit minta pertolongan. Dengan mendengar sambatan kakaknya itu Laksmana kaget dan agak tak percaya. Lagipula ia tak mungkin meninggalkan kakak iparnya itu sendirian, karena telah dipesan agar selalu menjaga. Malah Sinta menjadi marah, menuduh Laksmana menghendaki dirinya. Dengan berat hati akhirnya ia meninggalkannya sendirian.Tapi berpesan agar Sang Dewi tidak keluar dari lingkaran yang dibuat adiknya itu. Tak lama kemudian muncullah seorang pertapa tua yang berjalan terhuyung-huyung dan kehausan meminta minum. Begitu Shinta dengan keraguannya menolong, malah pengemis itu minta agar airnya diantar kepadanya. Dengan begitu Sinta akan keluar dari lingkaran keramatnya tersebut, selangkah Sinta keluar garis, ditariknya lengan mulus itu oleh si penculik pertapa tua yang dengan serta-merta berubah menjadi Rahwana, mengerikan wajahnya. Raja raksasa itu menyatakan kehendaknya untuk memperisteri Shinta. Tentu Sinta menolaknya. Dengan cepat Rahwana meringkusnya lalu dibawa lari dan terbang menuju sarangnya di Alengkapura.
Konon seekor burung Jatayu namanya mendengar nama Rama yang dijeritkan Shinta, Rahwana disambarnya berkali-kali, dipatuknya dan dicakarnya. Terjadilah pertarungan di angkasa. Garuda Jatayu kalah terluka parah sehingga tak dapat terbang lagi. Dalam pencarian Sinta, Kedua satria itu berteduh di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba muncullah seekor kera putih yang sejak tadi telah mengintai perjalanan kedua satria itu. Kera putih itu tampak bijaksana, sikapnya amat sopan. Yaitu Hanuman dari Pancawati. Kita lewati aja cerita Sugriwa dan Subali di kerajaan Kiskenda.
 KITAB 4 KISKENDAKANDA
Wibisana Tundung
Prabu Dasamuka menjadi semakin jauh dari kebenaran. Ia sudah tidak bisa diingatkan atau dinasehati lagi. Sudah berkali kali Kumbakarna dan Wibisana selalu mengingatkan, agar Dewi Sinta dikembalikan ke Ayodya. Namun Prabu Dasamuka hanya bisa marah marah saja.                              
Wibisana menjadi penasaran terhadap Dewi Sinta, yang sewaktu dilahirkan dinegeri Alengka, dari istri Prabu Dasamuka, Dewi Tari,  sudah disingkirkan ke sungai Gangga, kemudian menjadi anak Prabu Mantili, kemudian, sudah menjadi istri Prabu Rama di Ayodya, mengapa bisa  dibawa kembali ke negeri Alengka.
Wibisana percaya, bahwa ini semua sudah menjadi kehendak Dewata,bahwa peristiwa yang akan menimpa Dewi Sinta pasti akan terjadi,walaupun sudah diupayakan berbagai cara untuk menjauhkan Dewi Sinta dari Prabu Dasamuka, Ternyata jalan hidup Dewi Sinta memang harus begini,yaitu masih harus berurusan dengan Prabu Dasamuka. Sedangkan Wibisana semakin sulit untuk mengatasi keadaan. Andaikata dulu, bayi anak Prabu Dasamuka dengan Dewi Tari tidak dibuang, maka bayi itu akan menjadi Anak Prabu Dasamuka. Andaikata juga, kalau Prabu Dasamuka mau mengawini anaknya sendiri yang katanya titisan Widowati, mungkin Wibisana lebih mudah mengatasinya. Wibisana hanya bisa pasrah kepada Dewata.
Pada suatu hari di pasewakan Agung Kerajaan Alengka Diraja, Prabu Dasamuka yang menghadirkan Patih Prahasta. Yaitu pamannya sendiri, adik dari ibunya, Dewi Sukesi,dan juga para adik-adiknya, Kumbakarna, Sarpakenaka dan Wibisana, juga para Putera Prabu Dasamuka, mmbicarakan rencana perkawinan Prabu Dasamuka dengan Dewi Sinta, Rencana Prabu Dasamuka tersebut ditentang oleh Wibisana. Wibisana tidak setuju sama sekali, kalau Prabu Dasamuka akan mengawini Dewi Sinta. Kalau Prabu Dasamuka masih nekat untuk mengawini Dewi Sinta, dewata akan mengutuknya*). Prabu Dasamuka mendengar peringatan dari Wibisana, adiknya, menjadi marah marah.
Tanpa basa basi, diusirnya Wibisana dan tidak boleh kembali kenegeri Alengka, biar saja jadi orang hutan. Akhirnya Wibisana keluar dari istana.
Kumbakarna melihat Wibisana diperlakukan sewenang-wenang oleh Prabu Dasamuka. ia tidak terima. Prabu Dasamuka semakin menjadi marah. Kumbakarnapun diusir seperti halnya Wibisana.
Akhirnya Kumbakarna pun pergi dari istana Alengka. Sesampai diluar Istana, Kumbakarna masih dapat bertemu dengan Wibisana, dan Kumbakarna ingin mengikuti kepergian Wibisana. Wibisana melarang kakaknya mengikutinya, lebih baik kakaknya pulang ke Alengka, untuk menjaga Prabu Dasamuka, agar tidak semakin semena mena terhadap orang lain. Wibisana pun pergi.
Kumbakarna menjadi kecewa. Ia tidak mau pulang ke Istana Alengka, ia lebih memilih tinggal di Gunung Gohkarna, tempat bertapa dahulu beserta kakaknya Prabu Dasamuka  dan adik-adiknya sewaktu masih kecil dahulu. Disana bertapa  tidur untuk selama-lamanya. Sepeninggal kedua adiknya, Wibisana dan Kumbakarna dari Istana.  Istana.  Alengka kelihatan sunyi, Namun Prabu Dasamuka tidak terpanggil jiwanya, unntuk kembali kejalan yang benar, tetapi semakin menjadi-jadi. Namun demikian kepergian kedua adiknya, menjadikan Prabu Dasamuka ragu untuk melaksanakan perkawinannya dengan Dewi Sinta. Ia memilih bersabar hati daripada memaksanya, dan juga masih mencari jalan lain agar Dewi Sinta bisa melupakan Prabu Rama.
------------------------------------------------------------------
*) Dewi Sinta adalah titisan Dewi Widawati, jadi ketika Dewi Widawati akan diperistri oleh Rahwana, tapi Dewi Widawati tidak mau, maka lari dan turun ke bumi dan menitis kepada Bayi Sinta yang sebenarnya adalah anak dari Rahwana sendiri.
Proses penitisan ini dilihat oleh Raden Wibisana, maka cepat cepat bayi tersebut ditukar karena Wibisana tahu bahwa pasti akan menimbulkan masalah dikemudian hari.
Dewi Widati menitis menjadi anak Prabu Dasamuka dengan tujuan supaya tidak diperistri oleh Prabu Dasamuka, tapi Dewi Widawati tidak tahu sedalam apa cinta Prabu Dasamuka terhadap dirinya. Walaupun anaknyapun kalau Prabu Dasamuka menginginkan pasti diambil istri juga karena memang sudah menjadi watak dari Prabu Dasamuka.
Wibisana melihat ini kemudian menukar Bayi Sinta dengan Bayi yang lain yang disabda oleh Wibisana dari awan / mega menjadi seorang bayi dan diberi nama Raden Indrajit.
Setelah itu bayi Sinta di sabda dan dimasukkan ke dalam ketupat kemudian dihanyutkan di sungan Jamuna, yang kemudian ketupat ini akan di temukan oleh Prabu Janaka dari Negara Mantili, kemudian bayi itu diberi nama Sinta, jadi nama Sinta adalah pemberian dari Prabu Janaka dari Mantili.

Wibisana Tundung

Dalam lakon yang termasuk serial Ramayana ini, dua orang adik Prabu Dasamuka, yakni Gunawan Wibisana dan Kumbakarna mencoba mengingatkan bahwa penculikan Dewi Sinta merupakan perbuatan salah. Prabu Dasamuka diminta mengembalikan Sinta pada suaminya, Ramawijaya.
Peringatan itu membuat Dasamuka marah. Setelah dikata-katai, kedua adiknya itu diusir.
Karena pengusiran itu Kumbakarna meninggalkan Keraton Alengka, pergi ke Gunung Gohkarna untuk bertapa tidur, sedangkan Wibisana pergi meninggalkan Alengka, dengan niat hendak mengabdi pada Ramawijaya. Pengabdian Gunawan Wibisana diterima dengan baik oleh Ramawijaya.
Sementara itu, untuk melemahkan semangat Dewi Sinta, Prabu Dasamuka membunuh dan kemudian memenggal kepala Prabu Kalaseti dan Prabu Trikala, kakak beradik taklukan Alengka. Keduanya mirip dengan Rama dan Laksmana. Kepala kedua orang itu diperlihatkan pada Dewi Sinta.
Sinta tidak yakin kalau kepala itu adalah kepala suami dan adik iparnya. Ia menyuruh Dewi Trijata, putri Gunawan Wibisana, untuk pergi ke Pasanggrahan Mangliawan guna membuktikan Rama dan Laksamana masih hidup.
Setelah Trijata menunaikan tugas itu, ternyata Rama dan Laksmana memang masih hidup.
KITAB 5 SUNDARAKANDA
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhe4mH7HZu7xg3n3Obm1dLw5zKUSQTyYOj835bKKMtzO8SAXEsn_k9anWQvcwYaKyvGZWC7otZE5Q6Dl2owol10VAu3xudiIMTFK5hA3gi4VVdKqBkViuXFkWD8twnLnINYDEVQHEJab5AR/s320/rama+bridge.jpg
Ini dia, Rama Bridge..jembatan purba misterius sepanjang 18 mil (30 Km) yang menghubungkan antara Manand Island (Srilanka) dan Pamban Island (India) yang disebut2 buatan Rama.


Rama Wijaya termangu sedih ketika mendapati kenyataan tak seindah impian. Bayangan Sinta, istri yang sangat dicintainya perlahan memudar dari benaknya, terpagut hempasan ombak samudra yang terbentang di hadapannya. Prabu Sugriwa, Lesmana, Anoman, Anila, Anggada, dan seluruh pasukan kera yang ada pun tak mampu berbuat banyak untuk membuat Sri Rama tersenyum.
Gejolak kerinduan junjungannya kepada sang istri bagai sembilu yang menyayat hati. Sebagai senopati perang, ingin sekali rasanya Anoman beraksi dan membawa terbang Rama menyeberangi samudra. Tapi Anoman sadar, jika perang dengan wadya bala Alengka harus dilakoni dengan cara yang ksatria. Akan tetapi, samudra Hindia yang membentang di depan mata dihuni ribuan pasukan raksasa air yang nggegirisi. Sungguh sebuah perbuatan konyol dan bunuh diri jika membiarkan pasukan kera yang tak bisa berenang menceburkan diri ke dalam samudra. Namun alam berkehendak lain. Di tengah keputusasaan Sri Rama, muncullah Hyang Baruna dewanya para ikan dan hewan laut. Baruna paham masalah apa yang dihadapi Rama.
Dengan segenap keberanian yang dimilikinya, Baruna pun mengingatkan Rama Wijaya untuk tak lagi putus asa dan ragu-ragu dalam bertindak. Karena sebagai seorang pemimpin, keraguan dan keputusasaan adalah jurang kematian yang siap merenggut nyawa rakyat yang dipimpinnya. Sadar telah salah dalam berpikir, Rama pun kembali bangkit. Dan dengan bantuan Baruna, Sri Rama pun bahu membahu bersama para pasukan kera melakukan sebuah mega proyek yaitu membuat bendungan (jawa = tambak) untuk membentung lautan sebagai jembatan untuk  menyebrang ke Alengka.
Sementara itu, mata-mata Alengka, Kala Marica melaporkan kepada Prabu Rahwana tentang rencana pembangunan bendungan tersebut. Prabu Dasamuka merasa cemas dengan rencana Prabu Rama tersebut. Mendengar itu, Prabu Dasamuka memerintahkan Detya Kala Yuyu Rumpung untuk membawa seluruh pasukan raksasa kepiting yang ada di Samodera Hindia, untuk menghancurkan jembatan buatan pasukan wanara Pancawati.
Yuyu Rumpung berwujud raksasa berkepala ketam (jawa =yuyu). Ia adalah salah satu punggawa kerajaan Alengka yang oleh Prabu Dasamuka ditempatkan di dalam samodra. Yuyurumpung sangat sakti. Ia dapat hidup di dalam air dan darat.
Detya Kala Yuyu Rumpung siap melaksanakan perintah Prabu Dasamuka. Ia akan mengerahkan seluruh yuyu rumpung di Samodera Hindia, untuk menggagalkan pembangunan jembatan Prabu Rama. Berangkatlah Detya Kala Yuyu Rumpung ke Samodera Hindia. Tentu saja Detya Kala Marica ikut pergi ke Samodera Hindia, mengawasi jalannya eksekusi pasukan Prabu Dasamuka pada jembatan Prabu Rama.
Sementara itu di Pancawati, Prabu Rama sedang berembug dengan Narpati Sugriwa, Laksmana, Anoman, Anggada, Anila dan para punggawa yang lain. Prabu Rama merencanakan pembuatan tanggul di Samudera Hindia, dari Pancawati  sampai tanah Alengka, untuk membawa pasukan Pancawati sebanyak-banyaknya.
Akhirnya mereka mulai membendung samudera Hindia. Para pasukan kera Pancawati bahu-membahu membuat bendungan dengan batu dan batang pohon dari hutan di sekitar Pancawati. Namun belum sampai ke Alengka tanggul itu selalu jebol dan hancur. Pasukan Prabu Rama menjadi putus asa. Belum tahu langkah apa yang harus dilakukan,
Tidak lama kemudian Prabu Rama kedatangan tamu dari Alengka, yaitu Wibisana. Prabu Rama merasa senang dengan kehadiran Wibisaba, yang mau bergabung dengan Prabu Rama. Prabu Rama bersedia memberikan fasilitas Kerajaan Pancawati.Wibisana sehari harian diperbolehkan menggunakan apa yang ada di Pancawati. Wibisaana mendapatkan tenda tersendiri, yang letaknya bersebelahan dengan tenda Prabu Rama dan Laksmana.
Sebagai tanda baktinya kepada Prabu Rama, Wibisana membantu pembuatan jembatan dari Pantai Pancawati sampai ke negeri Alengka. Dalam waktu sekejab Wibisana menciptakan jembatan yang kokoh dan kuat. Anoman kemudian mencoba jembatan yang baru diciptakan Wibisana.
Belum beberapa lama jembatan itu dicoba oleh Anoman, jembatan itu ambrol dan hancur. Jembatan ciptaan Wibisana menjadi runtuh.  Disaat seperti ini Wibisana bagai teruji kesetiaannya pada Prabu Rama. Beberapa tokoh senapati meminta agar Wibisana diusir saja dari Pancawati, karena bisa saja niat Wibisana mau menghancurkan Pancawati dari dalam. Wibisana tak bisa berbuat apa apa. Pikirannya melayang kembali kekakaknya, Prabu Dasamuka, Wibisana berpikiran lebih baik tinggal di Alengka, dari pada setelah meninggalkan tanah kelahirannya, ternyata sesampai di tempat Prabu Rama yang asing baginya, dianggap mata-mata musuh. Dalam hatinya menangis, teringat pula kakaknya, Kumbakarna yang sempat mau mengikuti kepergiannya. Wibisana terdesak pikiran-pikiran yang mestinya tidak perlu. Akan tetapi Prabu Rama menyatakan bahwa ia tetap percaya pada Wibisana.
Prabu Rama percaya pada Wibisana, karena Wibisaba pasti mengetahui seluk beluk pertahanan Alengkadiraja.
Persoalan selalu runtuhnya bendungan tersebut oleh Prabu Rama diserahkan pada Wibisana. Menurut perkiraan  Wibisana, keruntuhan-keruntuhan yang terjadi pada jembatan tersebut, akibat ulah pasukan Prabu Dasamuka. Wibisana meminta Prabu Rama untuk mengerahkan seluruh kera kera Yuyu Kingkin, yang berada di hutan Pancawati,  ke Jembatan Situbanda yang telah dibuat  Perajurit Pancawati.  Kapi Yuyu Kingkin siap akan mengerahkan ribuan kera yuyu kingkin di hutan Pancawati mengusir pengganggu dari Alengka. Kapi Yuyu Kingkin adalah satu satu satu nya jenis kera, yang mempunya capit yuyu yang kuat, sanggup menyelam berjam-jam di dalam Samodera.
Dalam melakukan operasi tesebut, ditugaskan pula Kapi Sarpacitra untuk membatu. Kapi sarpacitra adalah kera pujaan Batara Cakra, seorang dewa yang juga berkedudukan sebagai pujangga kayangan. Ia berwujud kera berkepala ular dan memiliki ekor yang sangat panjang. Pasukan Pancawati pun bertindak. Kapi Yuyu Kingkin beserta pasukan dan Kapi Sarpacitra menyelam ke dasar lautan. Benar saja sesuai perkiraan Wibisana, tambak yang dibangun ternyata dirusak oleh pasukan Alengka yang dipimpin Kala Yuyu Rumpung. Pasukan Kapi Yuyu Kingkin berhasil mengalahkan bala Alengka, Pasukan Yuyu Rumpung sebagian tewas dan yang masih hidup menyelamatkan diri.
Sementara itu sang komandan, Kapi Yuyu Kingkin dan Kapi Sarpacitra berhadapan dengan Kala Yuyu Rumpung. Karena kuwalahan menghadapi Kala Yuyu Rumpung di dalam air, Kapa Sarpacitra melilit tubuh Yuyu Rumpung dengan ekornya yang panjang dan dibawa ke daratan. Kapi Yuyu Kingkin pun ikut kembali ke daratan. Pertempuran pun kembali berlanjut. Ternyata di darat Yuyu Rumpung tak sehebat jika bertarung di dalam air dan akhirnya tewas di tangan Kapi Yuyu Kingkin.
Sesudah tidak ada lagi gangguan dari pasukan Alengka,  Pasukan Pancawati dan Wibisana, melanjutkan pembuatan jembatan Situbanda, dengan bahu membahu dalam membuat jembatan ke Alengka, maka jadilah tanggul itu dan akhirnya pasukan  kera yang jumlahnya ribuan itu bisa diberangkatkan ke Alengka Diraja. Mereka termasuk para kera ciptaan Dewa, seperti Cucak Rawun, Endrajanu, Bakliwinata, Baliwisata, Indrajanu, serta lainnya berbaris rapi, bagaikan tentara yang perkasa, siap ke medan laga, menjemput maut, demi membela kebenaran. Jembatan ini dikenal dengan Jembatan Situbondo. Dan konon jembatan yang menghubungkan India dengan Srilangka, masih ada, yang menyerupai pulau pulau kecil di ujung Srilangka.
Ramawijaya setelah menerima laporan mengenai kekuatan musuh maka ia memerintahkan untuk segera menyerang Alengka. Namun ada kesulitan karena harus menyeberangi lautan, maka ia memerintahkan kepada Sugriwa dan Anoman membuat bendungan.
Para prajurit kera dikerahkan untuk mengambil batang pohon dan batu yang berada di Pasanggrahan Maliawan, tetapi mereka mendapat gangguan sekelompok kera hitam di bawah pimpinan Endang Suwareh dan Bambang Suweda, anak Suwareh, tapi gangguan itu dapat dikalahkan, bahkan kemudian dipaksa membantu membuat bendungan.
Setelah bendungan menjelang selesai tiba-tiba diterjang gelombang besar sehingga batang-batang pohon itu hanyut. Hal ini membuat Sri Rama marah
maka ia melepaskan anak panah Suwarah Geni ke dalam laut dan seketika itu air surut.
Tak lama kemudian Sang Hyang Baruna menampakan diri serta berjanji akan membantu dalam pembuatan bendungan, asalkan Rama mengembalikan air laut yang surut itu, sehingga makhuk di laut tidak mati. Dalam waktu yang singkat bendungan dapat diselesaikan serta para bala tentara kera mulai menyeberang menuju ke Alengka.
Diperjalanan tentara Rama dihadang oleh raksasa dari Alengka yakni Agsraba, Rahibaya, Yuyurumpung dan Rahirebata. Mereka menyerang bala tentara kera sehingga menjadi kalang kabut.
Para raksasa dari utusan Rahwana itu akhirnya dapat dibunuh oleh prajurit kera yang bernama Kapi Yasraba, Kapi Rekata dan Kapi Menda. Pada waktu itu keadaan bendungan sangat mengkhawatirkan karena adanya gangguan dari prajurit Alengka. Sementara Anoman sangat khawatir akan keselamatan tentara yang melewati bendungan itu, maka Anoman melakukan triwikrama, tubuhnya menjadi besar dan membawa para prajurit kera ke daratan Alengka dan membangun Pesanggrahan di Swelagiri.
Sementara itu Rahwana membuat tipu muslihat kepada Sinta untuk meyakinkan bahwa Rama dan Laksmanatelah mati, ia memenggal kepala Trikala dan Kalasekti, yaitu dua orang raja taklukannya.
Setelah melihat penggalan dua kepala ksatria itu Dewi Sinta sangat sedih. Namun, Dewi Trijata yang setia kepada menaruh curiga dan mengadakan penyelidikan, ia pergi ke Swelagiri dan bertemu dengan Anoman. Trijata mendapat penjelasan bahwa Rama dan Laksmana masih segar bugar. Dengan demikian ia akan dapat menentramkan hati Sinta.
Sarpakenaka juga ikut mencampuri urusan ini, ia mengutus Anggrisana ke Swelagiri dan membaur sebagai kera, dengan tujuan membuat kekacauan serta huru-hara. Tindakannya itu dapat diketahui Anoman maka Anggrisana ditangkap dan telinganya dipotong dan diminta kembali ke Alengka.
Setelah tiba di Alengka, Sarpakenaka sangat marah melihat utusannya terluka, ia pergi melawan Anoman sendiri, tetapi akhirnya ia terbunuh oleh Anoman.

Anoman Duta/Obong

Prabu Dasamuka menyerahkan Dewi Sinta yang diculiknya, di bawah pengawasan Dewi Trijata di Taman Argasoka, kemenakannya.Sementara Regawa alias Rama terus mencari istrinya yang hilang. Ia sudah mendapat petunjuk dari Jatayu bahwa Sinta diculik raja Alengka bernama Prabu Dasamuka. Perjalan Rama ke Alengka disertai Laksamana, adiknya, dan Prabu Sugriwa serta seluruh bala tentara Kerajaan Guwakiskenda.Setelah membangun perkemahan di daerah Mangliawan, Ramawijaya mengutus Anoman untuk menjadi duta, menemui Dewi Sinta di Keraton Alengka.
Hal ini membuat iri Anggada, sehingga terjadi perkelahian dengan Anoman. Rama kemudian menyadarkan Anggada, bahwa nanti akan ada tugas penting lainnya bagi Anggada.Perjalanan Anoman ke Alengka ternyata penuh hambatan. Mulanya ia berjumpa dengan Dewi Sayempraba, salah seorang istri Prabu Dasamuka. Anoman dirayu, dan diberi hidangan buah-buahan beracun. Akibatnya Anoman menjadi buta. Untunglah ia ditolong oleh Sempati, burung raksasa yang pernah dianiaya oleh Dasamuka. Berkat pertolongan Sempati, kebutaan Anoman dapat disembuhkan. Ia juga ditolong oleh Begawan Maenaka, saudara tunggal bayu-nya, sehingga dapat sampai ke negeri Alengka.Sesampainya di Alengka, Senggana pergi ke Taman Argasoka bertemu dengan Dewi Sinta dengan membawa cincin pemberian Rama. Dalam pertemuan itu Dewi Sinta menyerahkan tusuk kondenya, dengan pesan agar disampaikan kepada Ramawijaya, dengan pesan bahwa Sinta masih tetap setia pada suaminya.Setelah menyelesaikan misinya sebagai duta, Anoman sengaja membuat dirinya ditangkap. Peristiwa penyusupan itu membuat Dasamuka marah, maka ia memerintahkan membakar hidup-hidup Senggana.Setelah bulunya terbakar, Anoman melepaskan diri dari ikatan, dan berlompatan kesana-kemari membakar Keraton Alengka. Setelah menimbulkan banyak kerusakan, ia pulang menghadap Ramawijaya.
KITAB 6 YUDHAKANDA
Sekar Dewa Retna (Prahasta Gugur)
Saat pasukan Wanara di bawah pimpinan Rama menggempur kota Alengka, Rahwana naik ke kahyangan untuk menemui kakaknya (se-ayah, beda Ibu)  yaitu Danapati yang sudah bergelar Natara Kuwera. Kuwera mendapat tugas dari Bathara Guru untuk menjaga bunga pusaka yang bernama “Sekar Dewa Retna”, yang menjadi kunci kekalahan bangsa Wanara yang saat itu mendukung Sri Rama. Rahwana ingin mengambil “Sekar Dewa Retna” namun dicegah oleh Kuwera. Setelah melalui pertarungan seru akhirnya Rahwana berhasil merebut Kembang Dewaretna. Kuwera hanya bisa mengambil seekor kumbang yang menghuni jambangan bunga pusaka tersebut. Ia mencipta kumbang itu menjadi seekor Wanara bernama Kapi Pramujabahu. Pramujabahu kemudian turun ke dunia untuk meminta restu Sri Rama agar berhasil merebut kembali Kembang Dewaretna. Setelah itu ia pun menyusup ke dalam gedung pusaka di dalam istana Alengka tempat Rahwana menyimpan bunga tersebut.Prahasta yang ditugasi Rahwana menjaga Kembang Dewaretna berhasil diperdaya oleh ilmu sirep Pramujabahu sehingga sempat tertidur sejenak. Ketika ia bangun Kembang Dewaretna telah hilang dicuri Pramujabahu.Rahwana marah besar atas kelalaian Prahasta. Prahasta pun berangkat mengejar Pramujabahu. Di tengah jalan ia harus bertempur menghadapi barisan prajurit Wanara yang dipimpin oleh Anila. Anila adalah patih dalam pemerintahan Sugriwa, raja kaum Wanara. Dalam pertempuran itu, Anila terdesak oleh Prahasta. Banyak prajuritnya yang tewas di tangan raksasa tua tersebut. Anila sendiri sudah kehabisan tenaga dan memilih melarikan diri menghindari amukan Prahasta. Di perbatasan kota Alengka Anila menjumpai tugu besar, tiba-tiba saja Anila seperti mendapat kekuatan yang sanga besar, kemudian mencabut tugu tersebut dan menggunakannya untuk memukul kepala Prahasta. Prahasta tewas dengan tubuh hancur.Tugu yang dijebol Anila dan digunakannya untuk membunuh Prahasta tersebut, berubah menjadi seorang bidadari bernama Indradi, yang tidak lain adalah ibu kandung Sugriwa. Ia adalah istri resi Gotama yang telah mengutuknya menjadi tugu karena berselingkuh dengan Batara Surya. Kematian Prahasta oleh pukulan Anila telah membuat Indradi terbebas dari kutukan suaminya..

Brubuh Alengka

Dasamuka marah besar karena telah banyak kehilangan bala tentaranya dalam perang melawan bala tentara Ramawijaya. Di sisi lain barisan Rama semakin kuat dan maju. Karena telah banyak makan korban yang berjatuhan maka Dasamuka sendiri yang akan menghadapinya.
Sebelum berangkat ke medan laga, Prabu Dasamuka menemui Dewi Sinta. Sekali lagi, istri Rama itu dirayunya, tetapi Sinta tetap menolak. Karena birahi Dasamuka telah memuncak, kama benih (mani) raja Alengka itu jatuh, menimpa sehelai daun Nagasari. Ketika tertiup angin, daun yang telah ternoda kama benih itu melayang jatuh di hadapan Dewi Trijata, dan menjelma menjadi seorang bayi raksasa.
Oleh Trijata, bayi itu dinamai Dasawilukrama.
Karena kesal pada Dewi Trijata yang selalu menghalangi niatnya merayu Sinta, Dasamuka mengutuk Trijata kelak akan kawin dengan seekor kera tua yang buruk rupanya.
Adapun di pihak Rama, selain saudaranya yang maju, ia sendiri yang akan menghadapi Dasamuka. Dasamuka menggunakan Aji Pancasona Bumi, sedangkan Rama menggunakan siasat untuk tidak bisa mempertemukan antara kepala dan badan Dasamuka, akhirnya Dasamuka mati terbunuh oleh Rama.
Kumbakarna Gugur
Cerita dimulai ketika Prabu Dasamuka benar-benar marah dan frustasi, karena sepanjang Perang Brubuh Alengka, tak sekalipun dia memperoleh kemenangan.  Hampir separo kekuatan Alengka telah tewas di medan pertempuran.  Tak kurang dari Jambu Mangli, Katakiya, Janggisrana, Wirakampana dan raksasa sakti lainnya telah tewas.  Bahkan Patih Prahasta juga telah tewas ditangan Anila.  Kesedihan Dasamuka memuncak ketika teringat bahwa Sarpakenaka yang kesaktiannya tiada tara juga telah mati.
Kekalahan demi kekalahan yang menimpa Dasamuka ditimpakan pada sosok Gunawan Kurda Wibisana.  Dimata Dasamuka, dialah sumber malapetaka karena telah bergabung dengan Prabu Rama.  Gunawan Wibisana dianggap telah membocorkan rahasia kekuatan Alengka.  Dasamuka berniat untuk berangkat sendiri memimpin pertempuran melawan Prabu Rama.
Hal ini dihentikan oleh putra-putra Rahwana yang lain yaitu : Trisirah, Trikaya, Trinetra, Trimurda, Dewantaka dan Narantaka. Mereka bertekad untuk meju ke medan laga demi menjaga wibawa Prabu Dasamuka.  Maka jadilah mereka berlima diangkat menjadi Senapati Alengka untuk menumpas Rama dan prajurit keranya.
Sayangnya, merekapun tak berdaya menhadapi kehebatan pasukan kera yang dipimpin oleh Prabu Rama.  Mereka harus menerima kenyataan dalam pertempuran membela keserakahan Prabu Dasamuka.  Tak pelak, kejadian ini membuat Dasamuka semakin murka.  Kebenciannya pada Prabu Rama dan Gunawan Wibisana semakin menjadi.
Disaat genting itulah, egoisme Rahwana surut juga.  Ia teringat kepada adiknya yaitu Kumbakarna yang hingga saat ini masih bertapa (tidur) di Gunung Gohmuka. Ia memerintahkan Indrajid untuk menghadirkan Satria Pangleburgangsa itu kehadapannya.  Tujuannya jelas, yaitu untuk dibujuk agar bersedia menjadi senapati Alengka.
Pada akhirnya Kumbakarna memanng bersedia menjadi Senapati Alengka.  Akan tetapi bagaimana ceritanya?  Bagaimana pula kedua anak kembar Kumakarna, yaitu Aswanikumba dan Kumbakumba juga tewas dalam pertempuran yang dahsyat ini.
Jawabannya bisa anda ketahui setelah tuntas mengikuti Lakon Kumbakarna Gugur yang dengan manis dibawakan oleh Ki H Anom Suroto.

Anggada Duta

Setelah selesai membangun jembatan Situbanda, Rama dan pasukan Pancawatipun bergerak menyebrangi lautan. Merekapun sampai di wilayah Alengka yaitu di Suwelagiri. Prabu Rama memerintahkan pasukannya untuk berhenti dan beristirahat. Prabu Rama segera menentukan tempat pesanggrahan bagi prajurit Pancawati. Prabu Rama meminta agar tempat ini bisa menjadi pusat pertahanan Kerajaan Pancawati. Akhirnya para Prajurit Pancawati mendirikan perkemahan di Suwelagiri.
Pada keesokan harinya,  Prabu Rama memerintahkan Senapati Anggada pergi ke Istana Alengka menemui Prabu Dasamuka. Untuk menyampaikan dua pilihan, apakah Prabu Dasamuka akan menyerahkan kembali Dewi Sinta kepada Prabu Rama, ataukah harus menghadapi kekuatan senjata Perajurit Pancawati. Kemudian  Anggada berangkat ke Istana Alengka untuk menemui Prabu Dasamuka.
Di Alengka, dikisahkan para raksasa sedang melakukan penjagaan ketat, dikarenakan trauma dengan kejadian sebelumnya, yaitu kota Alengka pernah dibakar oleh Anoman. Ketika sedang bertugas berjaga-jaga para raksasa dikejutkan oleh kedatangan seekor kera merah yang bernama Anggada. Peperangan tidak bisa dihindari, para raksasa dengan ganas menyerang Anggada, begitu juga sebaliknya. Namun pertempura akhirnya diberhentikan dengan kedatangan Rahwana. Rahwana mendekati Anggada dan menanyakan maksud dari kedatangannya ke Alengka. Anggada diajak ke balai paseban agung. Anggada memperkenalkan diri dan menceritakan dirinya adalah anak dari Subali. Seketika itu juga Rahwana menangis dihadapan Anggada. Rahwana berakting sedih guna mengelabui Anggada, dan kemudian bisa diperalat. Anggada disanjung, diperlakukan dan dijamu dengan baik.

Prabu Dasamuka menampakkan kerinduan pada Anggada, dia meratapi kematian Subali. Anggada menjadi bingung, tidak terpikir olehnya Prabu Dasamuka yang sejahat itu bisa menangis. Akhirnya Prabu Dasamuka menceritakan peristiwa terbunuhnya Subali, ayahnda Anggada oleh pamannya, Sugriwa dan Prabu Rama. Oleh karena itu Prabu Dasamuka meminta agar Anggada menyatukan diri dengan kekuatan Alengka dan membalas kematian Ayahnda Subali.
Anggada terdiam di dalam hatinya bertanya tanya apakah betul yang dikatakan Dasamuka. Anggada pernah mendengar dari ibunda Dewi Tara, sebab-musabab terjadinya perselisihan ayahanda Sugriwa dan uwa Subali, sehingga menyebabkan kematian Subali. Juga mengenai Subali yang pernah ditipu dan mau dibunuh oleh Prabu Dasamuka, setelah Subali menyerahkan Aji Pancasona kepada Prabu Dasamuka.
Anggada menegaskan kembali bahwa kedatangannya menjadi utusan Prabu Rama, yaitu minta Prabu Dasamuka mengembalikan Dewi Sinta kepada Prabu Rama atau menghadapi perang dengan kekuatan senjata. Prabu Dasamuka memilih melakukan perang melawan Prabu Rama dan dimintanya  Anggada menyatu dengan kekuatan Alengka.
Anggada berpamitan pada Prabu Dasamuka, dan ia ingin membalas kematian ayahnya pada Sugriwa dan Prabu Rama. Selesai berpamitan, tiba tiba Anggada mengambil mahkota yang dipakai Prabu Dasamuka, dan membawa lari mahkota kerajaan Alengkadiraja kembali ke Suwelagiri..
Sesampai diperkemahan Prabu Rama di Suwelagiri, Anggada menceriterakan segala sesuatunya kepada Prabu Rama, dan diserahkannya tandabukti kalau sudah bertemu dengan Prabu Dasamuka, berupa mahkota Prabu Dasamuka.Prabu Rama menerima mahkota kerajaan Alengka dan kemudian diserahkan kepada narpati Sugriwa agar memakainya. Narpati Sugriwapun menerimanya dan memakai mahkota 
Hati Anggada semakin lama semakin mendidih sejak mendapat hasutan Prabu Dasamuka. Anggada mencoba melupakan, tetapi tidak bisa. Semakin ditahan  semakin membara, Anggada menahan  gejolak kemarahan yang luar biasa, makin lama makin sudah tidak bisa terbendung lagi. Tiba tiba saja meledaklah kemarahannya, dihampirinya Sugriwa dan  dipukulnya keras keras, sehingga pamannya, Sugriwa, terjatuh terkapar dan pingsan. Anggada kemudian merangsek menyerang Anoman, Anila dan  para senapati kera lainnya. Posisi mereka menghalangi Anggada untuk menyerang Prabu Rama. Anggada berniat membalas kematian ayahnya Subali. Ia ingin membunuh Paman Sugriwa juga Prabu Rama. Anoman dan Anila menangkap Anggada dan menenangkannya.
Sementara itu paman Sugriwa sudah sadar dari pingsannya. Melihat keadaan Anggada sedemikian itu, Sugriwa memastikan bahwa penyebabnya pasti karena adu domba dari Prabu Dasamuka, antara Anggada dan Sugriwa. Kemudian Sugriwa menceriterakan Riwayat Sugriwa Subali. Sebenarnya hal itu terjadi  ketika   Ibu Anggada, Dewi Tara, sejak dianugerahkan pada Sugriwa dari Batara Guru menjadi rebutan antara Sugriwa dan Subali. Maka menjadikan keberadaan Anggada tidak bisa dipastikan, siapakah  ayah Anggada yang sebenarnya, Sugriwa atau Subali. Sugriwa dan Subali  saling mengaku, kalau Anggada adalah anaknya.Tetapi bagi Sugriwa merasa, bahwa Anggada betul betul  puteranya. karena Dewi Tara adalah istrinya sebelum direbut oleh Subali. Namun dari beberapa versi lain Anggada ditetapkan sebagai anak Resi Subali.
Setelah mendengarkan cerita dari Pamannya, Sugriwa, Anggada bisa lebih tenang, Sekarang bagi Anggada, Subali atau Sugriwa yang menjadi ayahnya, sama saja. Apalagi Sugriwa sangat sayang pada dirinya, dan Resi Subali pun telah tiada.
Sementara itu di taman Argasoka, Dewi Sinta menolak kehendak Prabu Dasamuka, yang berniat memperistrinya. Ia meminta kepada Prabu Dasamuka untuk mengembalikan dirinya kepada Prabu Rama, apalagi Prabu Rama sudah berada di negera Alengka.  Prabu Dasamuka menjadi marah, ia berniat akan memenggal kepala Rama dan Laksmana.
Pada suatu hari diistana Alengka ada dua orang kesatria yang tampan parasnya, yang berniat menghadap Prabu Dasamuka, untuk minta pekerjaan pada Prabu Dasamuka. Mereka bernama Trikala dan Kalasekti. Prabu Dasamuka  bergirang hati, melihat kedatangan mereka. Prabu Dasamuka segera memanggil keduanya, Kedua kesatria merasa senang, ketika Prabu Dasamuka menerima  mereka menjadi punggawa pada Kerajaan Alengka. Kedua Kesatria  itu diminta kesetiaannya oleh prabu Dasamuka.Mereka diminta kesetiaannya, apakah mereka bersedia mati untuk Prabu Dasamuka. Tanpa berpikir panjang keduanya menyatakan siap mati, andaikata diminta mati oleh Prabu Dasamuka. Mereka terkejut ketika tanpa diduga sebelumnya, Prabu Dasamuka menjambak rambut mereka dan memenggal kepalanya. Kedua satria tampan itu  tewaslah menjadi korban kejahatan Prabu Dasamuka.
Kemudian kedua kepala pemuda tampan itu dibawanya dengan baki emas, menuju Taman Argasoka, menemui Dewi Sinta. Dewi Sinta terkejut melihat kedua kepala yang dibawa Prabu Dasamuka. Juga dikatakan oleh Prabu Dasamuka, bahwa kedua kepala itu, betul betul kepala Prabu Rama dan Laksmana. Dewi Sinta menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan Prabu Dasamuka. Hati Dewi Sinta mencoba untuk tidak percaya apa yang dikatakan Prabu Dasamuka. Dewi Sinta meyakinkan dirinya bahwa perbuatan Prabu Dasamuka itu adalah perbuatan Rekayasa.
Prabu Dasamuka meyakinkan Dewi Sinta bahwa kepala kepala dalam baki itu, adalah kepala Prabu Rama dan Laksmana. Makanya Dewi Sinta harus menurut perintah Prabu Dasamuka, dan tidak boleh ada alasan lagi  kembali ke Prabu Rama.
Mendengar kata kata Prabu Dasamuka, menjadi sedih, dan minta agar Prabu Dasamuka membawa kembali kepala kepala itu keluar dari taman Argasoka. Dewi Trijata juga mengingatkan agar Prabu Dasamuka jangan menyakiti hati Dewi Sinta. Prabu Dasamukapun membawa kembali kepala kepala itu,dan meninggalkan taman Argasoka.
Dewi Sinta menangisi kematian Prabu Rama dan Laksmana. Melihat keadaan Dewi Sinta tersebut, Dewi Trijata menghibur, bahwa kepala kepala yang dibawa Prabu Dasamuka belum tentu benar kalau itu kepala  Prabu Rama dan Laksmana. Dewi Trijata kemudian bermaksud menemui Prabu Rama dan Laksmana di Suwelagiri.
Akhirnya pergilah Dewi Trijata ke Suwelagiri. Sesampai di Suwelagiri ternyata Dewi Trijata masih bisa melihat Prabu Rama dan Laksmana.
Dewi Trijata kemudian kembali ke Taman Argasoka, dan memberikan kabar baik kepada Dewi Sinta bahwa Prabu Rama  dan Laksmana  masih hidup, dan dalam keadaan sehat-sehat saja. Dewi Sinta pun menjadi lega.

Anggada Balik

Lakon ini dikisahkan terjadi setelah Prabu Dasamuka tewas, dan Ramawijaya dan anak buahnya menududuki Kerajaan Alengka. Gunawan Wibisana, adik Dasamuka, minta agar Rama mau menjadi raja di Alengka, tetapi Rama menolak. Ia memutuskan akan mengangkat putra Prabu Dasamuka yang masih hidup, yaitu Dasawilukrama.
Keputusan itu tidak disetujui oleh Anggada, karena itu ia pergi meninggalkan Rama. Anoman yang berusaha membujuk tidak berhasil.
Ternyata kepergian Anggada adalah untuk memata-matai Dasawilukrama yang sesungguhnya menyimpan rasa dendam pada Ramawijaya yang telah membunuh ayahnya.
Dendam Dasamilukrama mendapat dukungan dari arwah Dasamuka yang bernama Godayitma. Dari Godayitma, Dasawilukrama mendapat sebilah keris bernama Kyai Pecatyitma, yang harus digunakan untuk membunuh Rama. 
 
Pada suatu kesempatan Dasawilukrama berhasil memasuki tempat peraduan Rama, dan siap menusukkan keris Kyai Godayitma ke tubuh Sri Rama. Pada saat yang tepat, Anggada melompat merebut keris itu dari tangan Dasawilukrama. Agar mengalihkan tuduhan, Dasawilukrama berteriak menuduh Anggada akan membunuh Rama. Teriakan itu didengar Anoman yang segera datang meringkus keduanya.
Rama bingung bagaimana mengadili keduanya, karena Anggada dan Dasawilukrama masing-masing menuduh lainnya sebagai pembunuh. Akhirnya Gunawan Wibisana memberi saran, agar keduanya diadu sampai mati. Yang menang itulah yang tidak bersalah.
Godayitma, arwah Dasamuka, amat kecewa dengan kegagalan Dasawilukrama. Karena itu ia menghukum anaknya dengan cara keluar dari raga Dasawilukrama dan masuk ke raga Anggada. Karenanya, tiba-tiba Anggada menjadi buas, dan menggigit leher Dasawilukrama sampai putus.
Sesudah Dasawilukrama tewas ditusuk dengan keris Kyai Pecatyitma, Anggada melompat ke arah Rama untuk menusuknya. Untunglah Anoman waspada dan meringkusnya. Dalam jepitan tangan Anoman, Anggada dimanterai oleh Gunawan Wibisana sehingga arwah Godayitma dapat diusir dari kera berbulu merah itu. Setelah sadar, Anggada segera bersujud di hadapan Ramawijaya.

KITAB 7 UTTARAKANDA
Rahwana telah terbunuh oleh Ramawijaya, selanjutnya ia mengutus Wibisana untuk masuk ke Istana Alengka terlebih dahulu untuk menemui Sinta. Ternyata Dewi Sinta walaupun masih tetap setia pada Rama meskipun telah lama tinggal di Alengka bersama Rahwana, Rama masih meragukan. Untuk mendapat kepastian tentang kesuciannya, Rama meminta Dewi Sinta masuk ke dalam api pembakaran yang dinyalakan dan ternyata ia dapat keluar dari api sebagai gadis remaja yang penuh sinar.
Setelah keraguan Rama lenyap, ia memerintahkan anak buahnya segera kembali ke Ayodya. Karena perjalanannya menyeberangi lautan, Batara Baruna dan Batara Amburawa diperintah untuk membantu Rama dan Sinta dengan cara membuat bendungan di atas laut serta pesanggrahan Kuta Giriging.
Perjalanan Rama dan istrinya menuju Ayodya di tengah tambak (bendungan) mendapat serangan Dewi Jarini, putri Sarpakenaka yang dibantu Sekesa anak Prabu Sumali dari Krenda Buntala.
Bala tentara Sekesa menghancurkan bendungan, tetapi berkat kesigapan Anoman para raksasa itu dapat dibunuh. Bahkan Dewi Jarini yang memiliki kekebalan kulit yang berbulu dapat dibinasakan Anoman.
Selanjutnya Rama dan Sita bertemu lagi dengan Branta serta Trugena di Ayodya, mereka sangat gembira selanjutnya pesta bersama.

Tambak Undur

Rahwana telah terbunuh oleh Ramawijaya, selanjutnya ia mengutus Wibisana untuk masuk ke Istana Alengka terlebih dahulu untuk menemui Sinta. Ternyata Dewi Sinta walaupun masih tetap setia pada Rama meskipun telah lama tinggal di Alengka bersama Rahwana, Rama masih meragukan. Untuk mendapat kepastian tentang kesuciannya, Rama meminta Dewi Sinta masuk ke dalam api pembakaran yang dinyalakan dan ternyata ia dapat keluar dari api sebagai gadis remaja yang penuh sinar.
Setelah keraguan Rama lenyap, ia memerintahkan anak buahnya segera kembali ke Ayodya. Perjalanan Rama dan Sinta menuju Ayodya kembali melewati tambak. Di tengah tambak (bendungan) mendapat serangan Dewi Jarini, putri Sarpakenaka yang dibantu Sekesa anak Prabu Sumali dari Krenda Buntala. 
Bala tentara Sekesa menghancurkan bendungan, tetapi berkat kesigapan Anoman para raksasa itu dapat dibunuh. Bahkan Dewi Jarini yang memiliki kekebalan kulit yang berbulu dapat dibinasakan Anoman. 
Selanjutnya Rama dan Sita bertemu lagi dengan Branta serta Trugena di Ayodya, mereka sangat gembira selanjutnya pesta bersama.

Semar Boyong (Rama Nitis)

Dikisahkan, Negeri Pancawati terserang bencana karena ditinggalkan Semar. Demikian pula Astina dan Indraprasta. Melihat hal tersebut, raja masing-masing kerajaan mengutus punggawanya untuk mencari dan memboyong Semar.Semar yang akhirnya berhasil diketemukan mengajukan syarat kepada tiap utusan tersebut. Mereka harus dapat membawa bunga Tunjungbiru. Singkat cerita, bunga tersebut berhasil didapatkan oleh utusan dari Kerajaan Ngamarta yang diwakili  Arjuna.Prabu Rama marah ketika utusannya tdk berhasil memboyong Semar, maka dia sendiri menuju Ngamarta.
Di Ngamarta Prabu Rama bertemu Prabu Kresna, bagaikan pinang dibelah dua. Akhirnya Rama sadar bahwa sudah saatnya berakhir darmanya dan nitis kpd prabu Kresna.

Sinta Obong

Setelah Ramawijaya dan anak buahnya berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Alengka, dan tewasnya Prabu Dasamuka dan Dewi Sinta dibebaskan, Ramawijaya kembali ke Ayodya.Beberapa waktu setelah Ramawijaya menjadi raja di Ayodya, ia mendengar desas-desus, bahwa rakyat Ayodya tidak yakin akan kesucian Dewi Sinta, karena istri Rama itu 12 tahun lamanya berada dalam sekapan Prabu Dasamuka.Keraguan rakyat Ayogya yang mempengaruhi Ramawijaya itu membuat Dewi Sinta merasa perlu untuk membuktikan kesuciannya. Kemudian Dewi Sinta minta agar dirinya dibakar hidup-hidup, dan bilamana tubuhnya tidak termakan api, berarti ia tetap suci, walaupun selama 12 tahun berada di dalam kekuasaan Dasamuka.Ketika api mulai berkobar, Batara Agni melindungi tubuh dan pakaian Sinta, sehingga tidak hangus dijilat api.Pada lakon ini juga diceritakan tentang Kapi Jembawan, seekor tua kera yang sedih karena rupanya yang buruk. Sesudah bertapa, Batara Narada datang menemuinya, dan mengatakan bahwa ujud sebagai kera sudah nasibnya. Namun, pada dewa berkenan akan memberikan keturunan yang mulya bagi Kapi Jembawan. Batara Narada lalu mengubah ujud Jembawan menjadi Laksmana tiruan, dan disuruh menjumpai Dewi Trijata di Alengka.
Dewi Trijata menyanbut kedatangan Laksamana tiruan dengan suka cita karena diam-diam ia memang jatuh cinta pada Laksmana. Terjadilah cumbu rayu di antara mereka.Ketika kejadian ini dilaporkan Sri Rama, segera Laksama asli disuruh menjumpai Laksamana tiruan. Terjadilah perang tanding antara yang asli dengan yang tiruan, dan saat itu yang tiruan menjelma kembali menjadi Jembawan.Rama kemudian memutuskan Jembawan menjadi suami Dewi Trijata, sebab itu memang sudah jodohnya.
RAMA NITIS

Setelah Prabu Rama beserta pasukannya dari Kerajaan Pancawati, berhasil membebaskan Dewi Sinta,dari sekapan Prabu Dasamuka,Prabu Rama juga bisa bernafas lega, karena hu  kuman buang yang dialaminya, juga telah selesai dijalankan.Sementara itu gejolak  diantara Prabu Rama dan Dewi Sinta,tentang kesucian Dewi Sinta,yang sempat diragukan oleh berbagai pihak, telah dibuktikan dengan pati obongnya Dewi Sinta. Pati obong Dewi Sinta membuktikan kalau Dewi Sinta masih suci.Wibisanapun telah menjadi  raja Alengkadiraja, dalam sebuah negara merdeka,
Prabu Rama, Sinta dan Leksmana kembali ke Ayodya, Walaupun akhirnya peristiwa Sinta Luweng, masih membekas pada Prabu Rama dan Leksmana. Dewi Sinta setelah bebas dari sekapan Prabu Dasamuka selama 13 tahun, akhirnya hidupnya terlunta lunta, dengan perasaan tersekap kembali yang lebih menyakitkan hati, karena suaminya, Prabu Rama, tidak percvaaya pada kesucian yang telah dibuktikan dengan pati obongnya. Yang akhirnya, ia bersumpah tanah akan menerima dirinya, andaikata ia masih suci dan tidak ternoda oleh siapapun. Tanah membuka pintu, Dewi Sinta masuk dalam tanah, dan tanah menutup kembali. Batari Widowati, yang mengeja wantah dalam tubuh Dewi Sinta, kemu dian menitis kepada Dewi Sembadra, istri Arjuna, di Kasatriam Madukara.

Setelah beberapa waktu di Kerajaan  Ayodya, Prabu Rama mendengar kabar bahwa rakyat Pancawati. mengalami masa paceklik, rakayt sulit sekali mendapatkan makanan. karena panennya mengalami krgagalan. Kemudian Prabu Rama bersama adiknya Leksmana, pergi ke kerajaan Pancawati. Prabu Rama merasa terketuk hatinya dengan kabar kesengsaraan rakyat Pancawati dan Goa Kiskenda.
Sementara itu Narpati Sugriwa, senapati pasukan rewanda, mengalami kesulitan  yang di alami rakyat nya. Rakyat Pancawati mengalami paceklik.Hujan sudah lama tidak turun, sehingga sawah mengalami kekeringan,panen gagal dan padi menjadi puso.Rakyat menja di sengsara. Prabu Rama melihat keadaan itu, maka Prabu Rama dan Leksmana pergi ke Padukuhan Klampis Ireng, tempat bermukimnya, Ki Lurah Semar,dengan maksud memboyong Semar dan anak anaknya, Gareng, Petruk dan Bagong ke Pancawati. Karena selama Ki Lurah Semar dan anak anaknya, tinggal di Pancawati, kehidupan di Pancawati, makmur, aman sejahtera. Namun setelah Prabu Dasamuka tewas, Ki Lurah Semar, meninggalkan Pancawati, dan tinggal di Klampis Ireng. Bencanapun datang. Untuk itu, maka Prabu Rama dan Leksmana dan dikawal pasukan rewanda, pergi ke Klampis Ireng.
Ternyata sesampai di Padukuhan Klampis Ireng, Rombongan Prabu Rama, berbarengan dengan keda tangan  Prabu Kresna, raja Dwarawati, dan  para Pandawa  dari Kerajaan Indraprasta. dan juga Adipati Karna disertai Pandita Durna dan Patih Sengkuni yang datang dari Kerajaan Astina. yang bermaksud serupa.
Akhirnya Semar memutuskan, untuk mengadakan Sayembara, siapa saja yang bisa mengambil bunga Tunjung Biru dari Kahyangan Cakrakembang, dan memberikannya kepada Semar, Semar siap mengabdi pada nya. Leksmana dan Arjuna segera keluar dari rumah Semar, dan ber lomba untuk men dapat kan bunga Tunjung biru.Sedangkan Adipati Karna, atas saran Patih Sengkuni, tidak perlu ikut ikutan ke Kahyangan Cakrakembang, Kurawa cukup menunggu hasilnya. Kalau mereka sudah dapat, maka akan direbutnya. Karena ilmu Leksmana lebih unggul dari Arjuna, maka Leksmana berhasil menemui Batara Kamajaya. Batara Kamajaya memberikan kembang Tunjung Biru kepada Leksmana. Leksmana segera bermaksud pulang ke Klampis Ireng. Namun di tengah perjalan bertemu dengan Arjuna. Arjuna bermaksud merebut bunga kembang Tunjung Biru. Alhasil, Leksmana mendapatkan bunganya sedang Arjuna mendapatkan tangkainya. Mereka merasa puas dengan hasil yang didapatkannya. Ketika keduanya beranjak menuju Padukuhan Klampis Ireng, mereka dicegat oleh pasukan Kurawa, yang bermaksud merebut bunga Tunjung Biru secara utuh. Kedua satria itu di kerubut pasukan Kurawa. Pasukan Kurawa merasa kalah dan pergi meninggalkan padukuhan Klampis Ireng.
Sementara itu di Klampis Ireng, Semar dan anak anaknya, sedang bercanda ria, tiada lama kemudian datang Leksmana dan Arjuna. Semar meminta bunga tunjung biru dari Leksmana dan Semar juga meminta tangkai bunga tunjung biru dari Arjuna.Oleh Semar keduanya di persatukan. Ternyata menjadikan pancaran sinar yang menyilaukan. Dari sinar yang terang itu muncul Sanghyang Tunggal ayahanda Sanghyang Ismaya, yang tak lain adalah yang Dewa yang menitahkan Semar. Semar dan anak anaknya, turun ke marcapada, dan mengabdi di Pertapaan Saptaharga. Turun temurun, ikut Begawan Sekutrem, ikut Begawan Sakri, ikut Begawan Palasara dan Abiyasa sampai momong para Para Pandawa dan putera puteranya. Semar juga pernah ngemong Raden Narasoma, yaitu Prabu Salya kletika masih muda.Kemudian ikut Bambang Sumantri, dan Prabu Arjuna Sasrabahu. Kemudian  ikut Resi Gotama dan ngemong para putera puteri nya, yaitu Subali, Sugriwa dan Dewi Anjani,, sampai dengan Anoman dan Prabu Rama
Kedatangan Sanghyang Tunggal di Padukuhan Klampis Ireng, menjadikan Semar dan tamu tamunya, menjadi gugup. Leksmana dan Arjuna menghaturkan sembah. Sanghyang Tunggal segera memerintahkan kepada Semar, bahwa tugas Semar mengabdi pada Prabu Rama sudah selesai. Karena Prabu Rama telah menyelamatkan jagat manusia dari keangkaramurkaan. Sedangkan Prabu Dasamuka yang mewakili keangkaramurkaan sudah sirna, Kini saatnya Semar dan anak anaknya ikut Pandawa. Sedangkan Togog sebelumnya sudah diperintahkan pergi meninggalkan Alengka, menuju Astina. Semar menyatakan kesiapannya untuk ikut Pandawa. Prabu Rama merasa sangat kecewa dengan kepergian Semar dan anak anak nya. Namun karena itu sudah kehendak dewata, maka ia merelakannya.Sementara itu Pandawa telah berhasil memboyong Semar dan anak anaknya. Namun, di tengah perjalanan, Para Kurawa menghadang jalan. Kurawa meminta Semar dan anak anaknya ke Negara Astina. Arjuna tidak memberikannya. Terjadi peperangan antara pasukan Astina dan Pandawa. Pasukan Kurawa terdesak mundur, dan kembali ke negaranya.

Prabu Rama kecewa tidak bisa memboyong Semar. Namun Sanghyang Tiunggal melimpahkan kesejahteran kepada rakyat Pancawati dan Ayodya.

Prabu Rama dan Laksmana kembali ke Ayodya. Prabu Rama memeruintah Ayodya. Sedangkan Laksmana  menjadi patih nya. Prabu Rama bertahta hingga usia lanjut.

Prabu Rama lengser keprabon. Putera Prabu Rama yang pertam, Lawa, diangkat menjadi raja Ayodya, bergelar Pranu Rama Badlawa,. Sedangkan putera yang ledua. adalah Kusya, menggantikan kedudukan kakeknya Pranu Janaka, menjadi raja Mantili, dengan bergelar Prabu Rama Kusya..

Sedangkan Prabu Rama yang diikuti pula Laksmana pergi bertapa di Kurharunggu. Prabu Rama yang menjadi Panembahan Raama banyak  di cintai rakyattnya dari pejabatnya sampai rakyat biasa. Panembahan Rama mengajarkan Astabrata.Yaitu seorang pimpinan harus bsa adil pada semua rakyatnya. Seperti delapan unsur alam,yalah . air,api. matahati.,bulan, kartika, bulan, bumi, angkasa juga yang merata memmbagikan manfaatnya  kepada semua makhluk yang hidup didunia.

Panembahan Rama meninggal dalam usia lanjut. Meninggalnya, Panembahan Rama menjadikan gempar Pasukan Rewanda. Mereka kemudian menyusul ke Kutharunggu. Sementara itu, Upacara perabuan Panemban Rama di hadiri para raja raja wayang, antara lain, Prabu Kresna dari Kerajaan Dwarawati, Prabu Baladewa dari Mandura, para Pandawa, juga putera Prabu Rama, Prabu Ramabadlawa, Raja Ayodya dan Prabu Ramakusya dari Kerajaan Mantili serta para rewanda,. Perabuan Panembahan Rama pun dilaksanakan..


Tiba tiba Narpati Sugriwa, berteriak seperti memanggil manggil Prabu Rama, kemudian  Sugriwa meloncat dan terjun dalam api yang menjilat jilat bagai menggapai langit. Tindakan Narpati Sugriwa, ternyata  diikuti pasukan Rewanda lainnya, seperti Anggada, Anila, serta para punggawa lain, juga kera kera ciptaan dewa, Cucak Rawun dan anak buahnya, Semuanya tewas, kecuali Anoman dan Kapi Jembawan. Anoman masih bertugas menjaga keberadaan Dasamuka, yang ditawan didalam gunung Kendali sada,sedangkan Kapi Jembawan menjadi seorang Resi di pertapaam Gadamadana.

Setelah melakukan belapati pada Prabu Rama, para Rewanda kembali menjadi manusia, dan masuk kedalam Nirwana.Setelah meninggal, Prabu Rama menitis pada Prabu Kresna.

Sedangkan Laksmana melanjutkan bertapanya. Beberapa tahun kemudian,Leksmana tutup usia, menyusul Prabu Rama. Ia berusia lebih lanjut. Leksmana menitis pada Arjuna, satria Pandawa.Ia  diperabukan dan di makamkan di Kutharunggu.

Sejak saat itulah, cerita Ramayana disambung dengan Mahabarata. Cerita cerita Semar boyong, Wahyu Makutarama dan Rama Nitis adalah cerita penghubung antara Ramayana dan Mahabarata.Ternyata tidak di Indonesia saja, juga di Wayang India, sewaktu menon ton perang Baratayuda, terdapat tokoh Ramayana, Anoman.bersama Gatutkaca.


 






 


 

 








 





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar